
Syekh Yusuf lahir pada masa pemerintahan I Mangnga’rangi Daeng Manrabbiya Sultan Alauddin, Raja Gowa ke XIV. 19 tahun setelah Islam menjadi agama resmi kerajaan. Islam dinyatakan sebagai agama resmi kerajaan pada hari Jumat, 9 November 1607. Syekh Yusuf lahir pada subuh hari Selasa 3 Juli 1626 di istana raja Tallo, I Mallingkaan Daeng Nyonri Sultan Awwalul Islam. Ibunda Syekh Yusuf berjulukan lengkap I Tubiani Sitti Aminah Daeng Kunjung, putri pasangan I Hama Daeng Leyo Gallarrang Moncong Lowe dengan I Kerana Daeng Singara. Tetapi ihwal ayah Syekh Yusuf, ada beberapa pendapat yang masih harus ditelusuri kebenarannya.
Wartawan MITOS yang menelusuri hal ini, menemukan beberapa pendapat ihwal ayahanda Syekh Yusuf, diantaranya :
Pendapat Pertama
Pendapat ini mengatakan, ayah Syekh Yusuf yaitu Nab Khidir As. Ini didapat dalam buku “Riwaya’na Tuanta Salamaka Syekhu Yusufu” yang ditulis Ince Nuruddin Daeng Magassing, dicetak dalam Lontara Makassar tahun 1933. Selain itu, juga dongeng yang berkembang di masyarakat, yang isinya hampir sama dengan karangan diatas. Bahkan sangat disakralkan sebagian masyarakat dan diyakini sebagian pengikut aliran tarikat.
Pada waktu itu terjadi kilatan cahaya yang terang di tengah kebun milik Dampang Ko’mara. Nampak setelah kilatan cahaya itu, sesosok badan lelaki bau tanah muncul. Lelaki itu diyakini yaitu Nabi Khidir, alasannya yaitu mukjizat yang dibawa pada dikala kemunculannya. Disaat yang sama Gallarrang Moncong Lowe, Daeng Leyo yang memiliki seorang anak gadis yang telah remaja untuk menikah, tetapi belum mendapatkan jodoh yang cocok untuk putrinya tersebut.
Dampang Ko’mara mendatangi Daeng Leyo untuk meminang putrinya, untuk dinikahkan dengan lelaki bau tanah itu. Melihat keagungan yang terpancar dari wajah lelaki itu, Daeng Leyo mendapatkan pinangan. Maka diadakanlah program ijab kabul secara besar-besaran oleh Gallarrang Moncong Lowe.
Sementara di istana Raja Gowa, Sombayya melaksanakan pertemuan dengan pembesar kerajaan. Dalam beberapa kali pertemuan, daeng Leyo selaku Gallarrang Moncong Lowe tak pernah hadir, alasannya yaitu sibuk dalam program menikahkan putrinya.
Mendengar gosip iru, Raja Gowa mengutus menterinya menemui Daeng Leyo, perihal ijab kabul tersebut. Setiba disana, utusan tersebut kaget melihat ijab kabul yang tak sepadan antara lelaki bau tanah yang tak dikenal asal usulnya, dengan seorang putri bangsawan.
Raja Gowa memerintahkan Daeng Leyo segera membawa putrinya ke istana Raja. Daeng Leyo gelisah. Namun anak mantunya, lelaki bau tanah itu berinisiatif mengantarkan sendiri istrinya untuk diserahkan kepada Raja.
Saat lelaki bau tanah dan istrinya tiba di depan gerbang istana Raja. Didalam istana terjadi kegaduhan, alasannya yaitu semua dinding istana yang terbuat dari kayu, bergetar menyerupai sedang terjadi sebuah gempa.
Raja heran dengan peristiwa yang terjadi. Biasanya kejadian menyerupai itu mengambarkan seorang pembesar akan datang di istana. Belum habis rasa heran Sang Raja, tiba-tiba masuk menghadap seorang abdi kerajaan memberikan kedatangan Putri Gallarrang Moncong Lowe bersama lelaki bau tanah yang menjadi suaminya.
Melihat aura yang terpancar dari wajah sang lelaki tua, Raja terkesima. Namun Raja lebih terpesona pada kecantikan putri Moncong Lowe. Dengan penuh hormat lelaki bau tanah itu menyerahkan istrinya kepada Raja Gowa, lalu lelaki yang diyakini yaitu nabi Khidir itu, kemudian meninggalkan istana. Lelaki bau tanah itu menghilang entah kemana, sama menyerupai waktu kedatangannya yang entah dari mana.
Malam harinya, Raja masuk ke kamar sang putri Moncong Lowe. Betapa herannya Raja melihat apa yang terjadi diatas pembaringan. Di atas ranjang terlihat badan putri terangkat diatas pembaringan dan sekelilingnya diliputi cahaya yang bertuliskan LAA ILAHA ILLALLAHU. Melihat ini, Raja mengurungkan niat mempersunting sang putri. Apa lagi setelah mengetahui Sang Putri telah mengandung seorang anak. Akhirnya Sang Putri dikirim ke Istana Tallo dan melahirkan seorang putra berjulukan Syekh Yusuf.
Ini yaitu salah satu versi dongeng rakyat ihwal orang bau tanah Syekh Yusuf, dan banyak lagi versi dongeng rakyat yang lain, tetapi tetap menggambarkan sosok Nabi Khidir sebagai ayahanda Syekh Yusuf dengan alur dongeng yang lain.
Pendapat Kedua
Pendapat ini mengatakan bahwa ayah Syekh Yusuf yaitu Abdullah Khayri Al-Munjalawy, seorang ulama sufi dari Banten, yang konon erat dengan Khatib Tunggal I Dato Ri Bandang. Dia mempersunting I Tubiani Daeng Kunjung Siti Aminah, Ibunda Syekh Yusuf atas perlindungan Dampang Ko’mara.
Menilik pendapat ini, yang menjelaskan bahwa yang bersama Dampang Ko’mara yang diyakini sebagai Nabi Khidir yaitu keliru. Karena yang bersama dengan Dampang Ko’mara yaitu seorang sufi yang berjulukan Abdullah bin Aby Khayri Al-Munjalawi.
Bukti-bukti mengenai kebenaran kisah ini dapat ditelusuri dengan kitab-kitab yang ditulis oleh Syekh Yusuf sendiri diantaranya :
Hasyiah Fii Kitab Al-Ambah Al-l’Rab Laa Ilaaha Illallah dalam kitab ini disebutkan bahwa kitab ini ditulis oleh Al-Arif billahi Taala Syekh Yusuf ibnu Abdullah al-jawi al-Makassari
Dalam sebuah risalah yang berbahasa Arab dengan terjemahan Makassar yang ditulis dalam “hurupu serang” (Arab-Makassar) bertuliskan sebagai berikut “Syekh al-Haj Yusufu Taji ibni Abdillahi ibni Aby Khayri al-Munjalawi” yang dalam konteks bahasa Indonesia berarti: “Syekh al-Haj Yusuf, anak dari Abdillah anak dari Aby Khayri yang bergelar al-Munjalawi”.
Pada naskah tersebut tepatnya di halaman 17, Syekh Yusuf mengulang pernyataan : “Berkata hamba yang fakir, penulis huruf-huruf, Syekh al-Haj Yusuf bin Abdillah bin Aby Khayri al-Taj al-Munjalawi.
Selain dari naskah diatas suatu informasi dari A.G.H Abdul Rahim Assegaf Daeng Makka: “Dalam sebuah naskah bau tanah milik habib Alwi bin Yahya di Pekalongan memberitakan, bahwa seorang auliya asal Banten yang berjulukan Syekh Abdullah, berjalan kearah matahari terbit dan kawin dengan putri darah biru negeri tersebut”.
Pendapat Ketiga
Pendapat ini mengumpulkan aneka macam pendapat yang berbeda dari kedua pendapat diatas diantaranya:
1. Pendapat yang mengatakan bahwa ayah Syekh Yusuf yaitu Sultan Alauddin. Pendapat ini tertuang pada salah satu goresan pena dalam buku “Syekh Yusuf seorang ulama, sufi dan pejuang” tahun 1994 karya Prof. Dr. Abu Hamid.
2. Pendapat ini mengatakan bahwa ayah Syekh Yusuf yaitu salah seorang kerabat Raja Gowa yang berjulukan Khaidir. Terdapat dalam buku “Syekh Yusuf seorang ulama, sufi dan pejuang” tahun 1994 karya Prof. Dr. Abu Hamid.
3. Pendapat ini mengatakan bahwa ayah Syekh Yusuf yaitu Karaentta Barombong, saudara Sultan Alauddin yang wafat pada tahun 1642 dalam usia 70 tahun, dua tahun sebelum keberangkatan syekh Yusuf ke Mekkah.
Mengenai pendapat yang berkata bahwa ayah Syekh Yusuf yaitu Sultan Alauddin juga tersanggah dengan eksistensi Siti Daeng Nisanga yang merupakan istri dari Syekh Yusuf dan putri dari Sultan Alauddin.
Pendapat yang dapat diterima logika yaitu pendapat yang mengatakan bahwa ayah Syekh Yusuf yaitu Abdullah Bin Aby Khayri al-Munjalawi ini berdasarkan fakta yang tertulis pada kitab yang ditulis sendiri oleh Syekh Yusuf, yang menjelaskan ihwal nasabnya. Ini membuktikan bahwa Nabi Khidir bukan Ayah Syekh Yusuf (MITOS/awing)
Sumber http://majalahmitos.blogspot.co.id/
0 Response to "Mitos Siapa Ayah Syekh Yusuf ?"
Posting Komentar